JAKARTA — Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG memasuki awal pekan dengan tekanan yang masih terasa, seiring sinyal teknikal yang menunjukkan kecenderungan pelemahan.
Pelaku pasar menghadapi kombinasi sentimen domestik dan global yang membuat ruang penguatan indeks relatif terbatas, sekaligus meningkatkan kewaspadaan investor terhadap potensi koreksi lanjutan dalam jangka pendek.
Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, IHSG kembali berada di zona merah. Indeks tercatat melemah dan ditutup pada level 8.609,55, terkoreksi tipis sebesar 0,10%. Tekanan terhadap indeks ini juga berlangsung seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah yang kembali bergerak menuju level Rp16.750 per dolar Amerika Serikat. Kondisi tersebut menjadi gambaran bahwa pasar saham domestik masih berada dalam fase penyesuaian.
Sinyal teknikal menunjukkan tekanan lanjutan
Dari sisi teknikal, Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menjelaskan bahwa posisi IHSG pada akhir pekan lalu mengindikasikan potensi pelemahan lanjutan. Indeks tercatat ditutup di bawah rata-rata pergerakan jangka pendek, yang mencerminkan tekanan jual masih lebih dominan dibandingkan minat beli.
“Secara teknikal, IHSG ditutup di bawah level MA5 dan MA20. Negative slope MACD melebar dan Stochastic RSI melemah di area oversold namun belum menunjukkan indikasi reversal,” ujar Valdy.
Berdasarkan indikator tersebut, Phintraco Sekuritas memproyeksikan area support IHSG berada di sekitar level 8.500, dengan titik pivot di 8.600. Sementara itu, area resistance terdekat berada di kisaran 8.700. Rentang pergerakan ini diperkirakan akan menjadi acuan utama investor dalam mencermati arah indeks dalam waktu dekat.
Valdy juga menilai bahwa secara jangka pendek, IHSG masih berpeluang melanjutkan koreksi untuk menguji area 8.500 hingga 8.550. Pergerakan ini dinilai wajar mengingat tekanan teknikal belum sepenuhnya mereda, sementara katalis penguat pasar masih terbatas.
Kinerja sektor otomotif menjadi perhatian pasar
Dari dalam negeri, perhatian pelaku pasar turut tertuju pada kinerja sektor otomotif yang kembali mencatatkan perlambatan. Data penjualan mobil nasional pada November 2025 menunjukkan penurunan secara tahunan. Total penjualan tercatat mencapai 74.252 unit, atau turun 0,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Meski penurunan tersebut lebih kecil dibandingkan kontraksi pada Oktober yang mencapai 4,4% secara tahunan, akumulasi penjualan sepanjang Januari hingga November 2025 masih mencerminkan tekanan. Total penjualan selama periode tersebut baru mencapai sekitar 710.000 unit, atau terkoreksi sekitar 10% dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun lalu.
Tekanan terhadap sektor otomotif juga semakin terasa setelah pemerintah mengindikasikan tidak akan melanjutkan insentif kendaraan listrik pada 2026. Kebijakan ini diambil sebagai upaya mendorong produsen untuk membangun dan memperkuat fasilitas produksi di dalam negeri. Namun, dalam jangka pendek, sinyal tersebut berpotensi menahan laju pertumbuhan permintaan, terutama pada segmen kendaraan listrik.
Sentimen global dari kebijakan bank sentral Jepang
Selain sentimen domestik, pelaku pasar juga mencermati perkembangan dari mancanegara. Salah satu faktor eksternal yang menjadi sorotan datang dari Jepang, setelah Bank of Japan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 0,75%. Level tersebut merupakan yang tertinggi dalam tiga dekade terakhir.
“Kenaikan ini merupakan yang kedua kalinya pada 2025. BoJ memberi sinyal potensi kenaikan lanjutan jika inflasi tetap tinggi, meskipun yen Jepang justru melemah karena ketidakpastian frekuensi kenaikan berikutnya,” ucap Valdy.
Langkah Bank of Japan tersebut mencerminkan pergeseran kebijakan moneter yang lebih ketat di tengah inflasi yang masih bertahan. Namun, respons pasar yang beragam menunjukkan bahwa investor global masih bersikap hati-hati, terutama dalam menilai dampak lanjutan terhadap stabilitas pasar keuangan dan nilai tukar.
Kondisi global yang belum sepenuhnya stabil ini turut membatasi ruang penguatan pasar saham di kawasan, termasuk Indonesia. Aliran dana asing berpotensi bergerak lebih selektif, seiring investor global menimbang risiko dan peluang di tengah dinamika kebijakan moneter dunia.
Rekomendasi saham pilihan di tengah volatilitas
Meski IHSG masih bergerak dalam tekanan, peluang tetap terbuka bagi investor yang jeli memilih saham dengan fundamental kuat atau potensi teknikal yang menarik. Valdy menyampaikan bahwa di tengah kondisi pasar yang cenderung melemah, strategi selektif menjadi kunci utama.
Phintraco Sekuritas merekomendasikan sejumlah saham yang dinilai memiliki prospek relatif baik untuk dicermati pada pekan ini. Saham-saham tersebut berasal dari berbagai sektor, mulai dari konsumsi, telekomunikasi, infrastruktur, hingga sumber daya alam.
Beberapa saham yang masuk dalam daftar rekomendasi antara lain PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO), PT Indosat Tbk. (ISAT), PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN), PT Mayora Indah Tbk. (MYOR), PT Midi Utama Indonesia Tbk. (MIDI), serta PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR).
Pemilihan saham-saham tersebut didasarkan pada kombinasi faktor fundamental yang relatif solid serta potensi teknikal yang masih menarik untuk diperdagangkan dalam jangka pendek hingga menengah. Namun demikian, investor tetap diimbau untuk memperhatikan manajemen risiko, mengingat volatilitas pasar masih cukup tinggi.